Senin, 19 Juni 2017

Service Level Agreement(SLA) & Operational Level Agreement(OLA)



SLA (Service Level Agreement) 

Definisi SLA(Service Level Agreement)
     SLA (Service Level Agreement) adalah bagian dari perjanjian layanan secara keseluruhan antara 2 dua entitas untuk peningkatan kinerja atau waktu pengiriman yang harus di perbaiki selama masa kontrak. Dua entitas tersebut biasanya dikenal sebagai penyedia layanan dan klien, dan dapat melibatkan perjanjian secara hukum karena melibatkan uang, atau kontrak lebih informal antara unit-unit bisnis internal.
     SLA ini biasanya terdiri dari beberapa bagian yang mendefinisikan tanggung jawab berbagai pihak, dimana layanan tersebut bekerja dan memberikan garansi, dimana jaminan tersebut bagian dari SLA memiliki tingkat harapan yang disepakati, tetapi dalam SLA mungkin terdapat tingkat ketersediaan, kemudahan layanan, kinerja, operasi atau tingkat spesifikasi untuk layanan itu sendiri. Selain itu, Perjanjian Tingkat Layanan akan menentukan target yang ideal, serta minimum yang dapat diterima.

Fungsi SLA(Service Level Agreement)
1.      Sebuah alat komunikasi - nilai kesepakatan bukanlah produk akhir saja, proses pembentukan SLA membantu anda membuka komunikasi.
  1. Sebuah alat pencegahan konflik – sebuah kesepakatan akan membantu menghindari atau mengurangi perselisihan dengan memberikan pemahaman bersama tentang kebutuhan dan prioritas. Dan jika konflik terjadi, konflik tersebut akan cenderung lebih mudah diselesaikan.
  2. Sebuah dokumen “hidup” – ini adalah salah satu manfaat yang paling penting. Perjanjian ini bukanlah dokumen akhir. Tapi sesuai dengan periode dan frekuensi waktu yang telah disepakati, para pihak dalam SLA bisa meninjau kesepakatan untuk menilai kecukupan layanan yang telah diberikan dan menyesuaikan kesepakatan.
  3. Sebuah dasar yang obyektif untuk mengukur efektivitas pelayanan – sebuah SLA memastikan bahwa kedua belah pihak menggunakan kriteria yang sama untuk mengevaluasi kualitas layanan.

Unsur-Unsur Dalam SLA(Service Level Agreement)
    
Sebelum membuat SLA, terlebih dahulu harus dipahami dahulu tentang unsur- unsur yang terkait SLA yaitu Supplier, Input, Proses, Output, dan Costumer (SIPOC). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
  • Supplier merupakan pihak yang memberikan sumber daya kepada organisasi untuk menjalankan proses menghasilkan produk/layanan;
  • Input adalah segala sumber daya yang digunakan dalam proses menghasilkan produk/layanan, meliputi Manusia, Mesin, Metode, Material dan Lingkungan (Mother Nature);
  • Proses merupakan serangkaian aktivitas untuk menghasilkan produk/layanan, meliputi Proses Utama yaitu proses yang dilakukan untuk menghasilkan produk; Proses Pendukung yaitu proses yang dilakukan untuk mendukung proses utama; dan Proses Manajemen yaitu proses yang dilakukan untuk menyempurnakan proses utama;
  • Output adalah berupa produk/layanan yang dihasilkan dari suatu proses; dan
  • Costumer adalah pihak yang menerima/membutuhkan produk/layanan dari suatu organisasi.
Tahapan Membuat SLA(Service Level Agreement)
      1.      Untuk membuat SLA yang perlu dipahami adalah tidak semua produk/layanan harus memiliki SLA. Buatlah SLA untuk produk/layanan yang benar-benar critical, dominan terhadap kebutuhan pelanggan.
      2.      Menentukan pihak-pihak yang terlibat, karena SLA merupakan kesepakatan antara pelanggan dengan penyedia (supplier).
      3.      Menetapkan harapan pelanggan dan syarat-syaratnya
      4.      Memetakan proses dan aktivitasnya dalam menyediakan produk/layanan tersebut.
      5.      Mengukur waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk/layanan tersebut.
      6.      Melakukan negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan waktu penyelesaian dari produk/layanan dimaksud.

           
Elemen Utama untuk Penerapan SLA yang Efektif
     Agar efektif, SLA juga harus menggabungkan dua set elemen, yakni unsur layanan dan unsur manajemen.
  1. Elemen-Elemen Layanan SLA
  • Layanan yang disediakan
  • Kondisi ketersediaan layanan
  • Standar pelayana, seperti kerangka waktu di mana layanan akan diberikan
  • Tanggung jawab kedua belah pihak
  • Prosedur eskalasi
  1. Elemen-Elemen Manajemen
  • Bagaimana efektivitas layanan akan dilacak
  • Bagaimana informasi tentang efektivitas layanan akan dilaporkan dan ditangani
  • Bagaimana perbedaan pendapat terkait layanan akan diselesaikan
  • Bagaimana para pihak akan meninjau dan merevisi perjanjian
Operational Level Agreement (OLA)



Definisi OLA(Operational Level Agreement)
    
OLA(Operational Level Agreement) adalah kontrak yang menentukan bagaimana berbagai kelompok TI dalam perusahaan berencana memberikan layanan atau rangkaian layanan. OLA dirancang untuk mengatasi dan memecahkan masalah TI dengan menetapkan seperangkat kriteria tertentu dan menentukan rangkaian layanan TI tertentu yang masing-masing departemen bertanggung jawab.

Tujuan OLA(Operational Level Agreement)
OLA bukan pengganti SLA. Tujuan OLA adalah untuk membantu memastikan bahwa kegiatan yang mendasari yang dilakukan oleh sejumlah komponen tim pendukung secara jelas disesuaikan untuk menyediakan SLA yang dimaksud. Jika OLA yang berada di bawah tidak ada, seringkali sangat sulit bagi organisasi untuk kembali dan memberi persetujuan insinyur antara tim pendukung untuk mengirimkan SLA. OLA  harus dilihat sebagai dasar praktik yang baik dan kesepakatanbersama.

Tips Membuat OLA  
      1.   Tentukan semua layanan TI yang bertanggung jawab dalam Katalog Layanan.
2.  Sebagai CIO, terlibat dalam proses ini dengan memahami apa yang dibutuhkan masing-masing layanan.
3.  Tentukan pemain kunci (tim jaringan, kelompok server, dll) dan tanggung jawab mereka.
4.  Letakkan setiap harapan kelompok TI untuk mengirimkan setiap layanan.
5. Datang dengan rencana kontingensi untuk kejadian tak terduga.
6.  Uji dan uji ulang OLAs, dan buat perubahan bila diperlukan. OLAs, seperti SLA, seharusnya tidak statis dan harus memiliki tanggal mulai, tengah dan akhir. 

Perbedaan SLA dan OLA
1.  Service Level Agreement berfokus pada bagian layanan dari perjanjian, seperti uptime layanan dan kinerja. Di sisi lain, Perjanjian Tingkat Operasional adalah kesepakatan sehubungan dengan pemeliharaan dan layanan lainnya.
2.   Service Level Agreement pada dasarnya adalah kontrak antara penyedia layanan dan pelanggan. OLA adalah kesepakatan antara kelompok pendukung internal sebuah institusi yang mendukung SLA.
3.    Saat membandingkan kelompok sasaran, OLA memiliki kelompok sasaran lebih kecil daripada SLA.
4.    Berbeda dengan OLA, SLA menghubungkan penyedia layanan ke pelanggan.
5.    Perjanjian Tingkat Operasional lebih bersifat teknis daripada Service Level Agreement.


Contoh Kasus pada Bidang TI

     
Hubungan antara instansi pemerintah dan penyedia layanan umumnya menggunakan kontrak perjanjian sebagai dasar kerjasama. Sementara penyelenggaraan layanan TI tidak cukup mengandalkan kontrak, tetapi kesepakatan tingkat layanan (SLA). Padahal keberadaan SLA saja tidak menjamin hubungan yang saling menguntungkan untuk meningkatkan kualitas layanan. Karena SLA harus dikelola dengan baik melalui serangkaian proses yang berkesinambungan. Instansi pemerintah sebagai pengguna tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang SLA dan pengelolaannya. Sehingga pengelolaan SLA hanya berjalan sepihak pada penyedia layanan. Akibatnya terjadi ketimpangan karena kepentingan pemerintah tidak mendapat prioritas. Oleh karenanya perlu ditelah mekanisme dan prosedur yang terkait pengembangan dan manajemen SLA. Dalam pengembangan SLA misalnya memperhatikan penerjemahan kebutuhan pengguna, pengukuran fungsi dan proses, pembuatan dokumen dan kontrak, serta evaluasi peningkatan layanan. Sedangkan dalam manajemen SLA perlu memperhatikan bagaimana proses dan pengawasan terhadap SLA dapat dilakukan. Hal ini dapat mengembangkan kerangka pengelolaan SLA agar dapat membantu terlaksana di lapangan. Perubahan tidak dilakukan terhadap proses pengembangan dan manajemen SLA. Tetapi justru membuat kerangka lebih tinggi yang melingkupi proses tersebut.


   
 Referensi
lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-124995.pdf

Jumat, 19 Mei 2017

Pembahasan dan Perbandingan dari 3 Framework Manajemen Layanan Sistem Informasi


     Sebelum masuk kedalam materi yakni pembahasan dan perbandingan framework manajemen sistem informasi, saya terlebih dahulu akan membahas secara singkat tentang framework itu sendiri.


       Framework adalah sekumpulan perintah atau fungsi dasar yang dapat membantu para programmer /developer dalam menangani berbagai masalah dalam pemrograman. Contohnya : koneksi ke database, pemanggilan variabel,file,dll. Lalu, mengapa banyak orang menggunakan framework sebagai solusi dalam masalah pemrograman? Karena, framework dapat membantu menyelesaikan pekerjaan yang lebih kompleks, selain itu framework juga merupakan komponen pemrograman yang re-use sehingga pekerjaan kita semakin efektif karena tidak perlu membuat fungsi-fungsi yang sama secara berulang. 

     Terdapat berbagai macam framework dalam manajemen sistem informasi, yaitu ITIL, COBIT, ASL, BISL, MOF, eSCM-SP, eSCM-CL, software maintenance maturity model, dan lain-lain. Pada postingan ini, saya akan membahas dan membandingkan 3 framework , yaitu  COBIT, ITIL, dan ASL.


- COBIT (Control Objective for Information & Related Technology )



     COBITadalah sebuah kerangka kerja yang dibuat oleh ISACA untuk Information Technology (IT) management dan IT governance. COBIT adalah sebuah toolset pendukung yang memungkinkan manajer untuk menjembatani kesenjangan antara persyaratan kontrol, masalah teknis dan risiko bisnis.
     Pedoman COBIT memungkinkan perusahaan untuk mengimplementasikan pengaturan TI secara efektif dan pada dasarnya dapat diterapkan di seluruh organisasi dan merupakan standar yang dinilai paling lengkap dan menyeluruh sebagai framework IT audit karena dikembangkan secara berkelanjutan oleh lembaga swadaya profesional auditor yang tersebar di hampir seluruh negara. Dimana di setiap negara dibangun chapter yang dapat mengelola para profesional tersebut.
 
Komponen COBIT
·           Framework
Mengatur tata kelola TI tujuan dan praktek yang baik oleh TI domain dan proses, dan menghubungkan mereka dengan kebutuhan bisnis. 
·           Process descriptions
Sebuah proses referensi model dan bahasa yang umum bagi semua orang dalam sebuah organisasi. Peta proses untuk wilayah tanggung jawab merencanakan, membangun, menjalankan dan memantau. 
·           Control objectives
Menyediakan satu set lengkap persyaratan tingkat tinggi untuk dipertimbangkan oleh manajemen untuk kontrol yang efektif dari setiap proses TI. 
·           Pedoman manajemen
Bantuan tanggung jawab menetapkan, menyepakati tujuan, mengukur kinerja, dan menggambarkan hubungan timbal balik dengan proses lainnya. 
·           Maturity models
Menilai kematangan dan kemampuan per proses dan membantu untuk mengatasi kesenjangan.
 
Kerangka Kerja COBIT
·           Control Objectives
Terdiri atas empat tujuan pengendalian tingkat-tinggi (high-level control objectives) yang terbagi dalam empat domain, yaitu: Planning & OrganizationAcquisition & ImplementationDelivery & Support, dan Monitoring & Evaluation. 
·           Audit Guidelines
Berisi sebanyak 318 tujuan-tujuan pengendalian yang bersifat rinci (detailed control objectives) untuk membantu para auditor dalam memberikanmanagement assurance dan/atau saran perbaikan.
·           Management Guidelines
Berisi arahan, baik secara umum maupun spesifik, mengenai apa saja yang harus dilakukan.

- ITIL (Information Technology Infrastructure Library)

                                                     


     ITIL atau Information Technology Infrastructure Library adalah suatu rangkaian dengan konsep dan teknik pengelolaan infrastruktur, pengembangan, serta operasi teknologi informasi (TI). Nama ITIL dan IT Infrastructure Library merupakan merek dagang terdaftar dari Office of Government Commerce (OGC) Britania Raya. ITIL memberikan deskripsi detil tentang beberapa praktik (TI) penting dengan daftar cek, tugas, serta prosedur yang menyeluruh yang dapat disesuaikan dengan segala jenis organisasi (TI).
Tahapan ITIL adalah :
1. Service Strategy
Service strategy memiliki tujuan untuk memenuhi permintaan user IT dengan menggunakan resource seminimal mungkin. Pada tahap ini dilakukan proses assessment awal mengenai request / permintaan yang masuk ke IT. Input dari service strategy adalah dokumen requirement user, dan outputnya berupa dokumen SRS.
2. Service Design
Service design adalah proses melakukan design serta analisa kebutuhan apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi requirement user sesuai dengan design yang telah dibuat sebelumnya. Pada tahap ini, mungkin terjadi perubahan design ketika resource yang dibutuhkan oleh design tersebut ternyata terlalu besar, sehingga tidak dapat dicukupi oleh resource yang tersedia . Output dari tahap ini adalah dokumen detail desain. 
3. Service Transition
Adalah proses mentransisikan perubahan yang telah dibuat ke dalam lingkungan production. Proses yang terjadi di dalam service transition beraneka ragam, termasuk di dalamnya proses change management yaitu proses tracking perubahan apa saja yang telah dilakukan dalam masa development, lalu proses release and deployment dimana perubahan akan diassess apakah layak untuk dibawa ke production, hingga proses knowledge management, dimana segala informasi terkait dengan perubahan / change disimpan dalam KMDB (knowledge Management Database) agar dapat menjadi informasi yang berharga dikemudian hari. Proses service transition ini juga dikenal sebagai proses development - release aplikasi. 
4. Sevice Operation
Tujuan utama service operation adalah untuk memastikan bahwa IT service yang telah dideploy ke production dapat berjalan secara efektif dan efisien. Termasuk didalamnya memenuhi user request (terkait dengan aplikasi yang telah dideploy), menyelesaikan failure yang terjadi di system, fixing probme, dan juga menyelesaikan tugas rutin harian.  Pada dunia IT , layer ini dikenal sebagai helpdesk.
5. Continual Improvement
Continual improvement adalah improvement tanpa henti terkait dengan segala services yang telah dideploy sebelumnya ke production. Improvement ini dapat datang dari IT sebagai custodioan aplikasi maupun dari user sebagai user dari aplikasi. Improvement bertujuan untuk menciptakan lingkungan sistem yang lebih efektif dan efisien. 

- ASL (Application Services Library)                                                 

     Application Services Library (ASL) adalah kerangka kerja domain publik dari praktik terbaik yang digunakan untuk standarisasi proses dalam Aplikasi Manajemen, disiplin memproduksi dan memelihara sistem informasi dan aplikasi. Istilah "perpustakaan" digunakan karena ASL disajikan sebagai seperangkat buku yang menjelaskan praktik terbaik dari industri TI.
     ASL terkait erat dengan kerangka kerja ITIL (untuk IT Service Management) dan BiSL (untuk Manajemen Informasi dan Manajemen Fungsional) dan Model Kematangan Kemampuan Milik (CMM). Tujuan dari ASL adalah untuk membantu profesionalisasi Manajemen Aplikasi.
     Pendekatan standar ASL berkontribusi pada profesionalisasi organisasi manajemen aplikasi dan memfasilitasi cara kerja yang lebih efisien dan hemat biaya. Salah satu keuntungan utama ASL adalah kerangka umum dan kerangka acuan untuk domain pengelolaan aplikasi memungkinkan kerjasama yang lebih baik antara pihak-pihak yang terkait.


Perbandingan ITIL, COBIT, dan ASL
COBIT
ITIL
ASL
Framework matang, pertama kali dirilis pada tahun 1996 oleh Information System Audit and Control Association (ISACA).
dikembangkan sejak tahun 1980 oleh pemerintahan Inggris, untuk kebutuhan mereka sendiri.
dikembangkan pada akhir tahun sembilan puluhan di Belanda, yang awalnya merupakan model R2C eksklusif, yang berevolusi menjadi ASL pada tahun 2000. efisien dan hemat biaya.
mengatur masalah obyektif yang harus dicapai oleh sebuah organisasi dalam memberikan layanan IT
best practice mengenai cara-cara pengelolaan IT untuk mencapai obyektif organisasi.
best practice mengenai cara-cara pengelolaan IT untuk mencapai obyektif organisasi dengan cara kerja yang lebih efisien dan hemat biaya.
hanya memberikan panduan kendali dan tidak memberikan panduan implementasi operasional.
memberikan panduan implementasi operasional.
memberikan panduan implementasi operasional.
menggunakan empat elemen fungsi yaitu Planning & Organization, Acquisition & Implementation, Delivery & Support, dan Monitoring & Evaluation. 
menggunakan lima elemen untuk siklus hidupnya: Strategi, Desain, Transisi, Operasi, dan Perbaikan Berkesinambungan.
terdiri dari enam proses cluster, dibagi menjadi tiga tingkat yaitu proses operational,proses strategy, dan management.
digunakan untuk IT service management.
digunakan untuk IT service management.
digunakan untuk membantu profesionalisasi manajemen aplikasi.


Daftar Pustaka :